KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan
puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah limpahan
rahmatnyalah sehingga makalah ini dengan judul CARA GURU MEMAHAMI DAN MENGHAYATI
SIKAP PROPISIONAL DIERA GLOBALISASI kita dapat menyelesaikan dengan waktu yang
tepat mudah-mudahan ada mampaat kepada kita semua amin.
Dan tak lupa pula kita kirim kan
salam dan salawat kepada kepada junjungan Nabi besar MUHAMMAD SAW yang membawa
kita dari alam kegelapan menuju alam terang benderang seperti sekarang ini
Billahitaufik
walhidayah
Makassar,Desember
2011
Penulis,
CARA GURU MEMAHAMI DAN MENGHAYATI SIKAP PROFESIONAL DIERA GLOBALISASI
Sikap professional seorang guru sangat diperlukan dalam menghadapi pendidikan di era global ini. Tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik, mengasuh, membimbing dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia. Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Sehingga akan mengakibatkan hubungan antara guru dan siswa yang semula saling membutuhkan akan berubah menjadi hubungan yang saling acuh tak acuh, tidak membahagiakan dan membosankan
Sikap professional seorang guru sangat diperlukan dalam menghadapi pendidikan di era global ini. Tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik, mengasuh, membimbing dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia. Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Sehingga akan mengakibatkan hubungan antara guru dan siswa yang semula saling membutuhkan akan berubah menjadi hubungan yang saling acuh tak acuh, tidak membahagiakan dan membosankan
Guru merupakan sosok yang begitu dihormati karena memiliki
andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru
sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan
tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke
sekolah, pada saat itu juga orang tua menaruh harapan terhadap guru, agar
anaknya dapat berkembang secara optimal (Mulyasa, 2005:10). Minat, bakat,
kemampuan, dan potensi yang dimiliki peserta didik tidak akan dapat berkembang
secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan
peserta didik secara individual. Tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga
mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan
dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).
Pendidikan
memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Dalam menuju era globalisasi,
Indonesia harus melakukan reformasi dalam dunia pendidikan, yaitu dengan
menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel, sehingga
para lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global
demokratis. Oleh karena itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa agar
memungkinkan para anak didik dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara
alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasasn, kebersamaan dan tanggung
jawab. Selain itu, pendidikan harus dapat menghasilkan lulusan yang bisa
memahami, masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses
ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan di dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal tersebut salah satunya ditentukan oleh sikap profesionalisme seorang guru Premis untuk memulai pendidikan
berwawasan global adalah informasi dan pengetahuan tentang bagian dunia yang
lain harus mengembangkan kesadaran kita bahwa kita akan dapat memahami lebih
baik keadaan diri kita sendiri apabila kita dapat memahami hubungan terhadap
masyarakat lain, dan isu-isu global
Dunia
pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk belajar
tentang moral, budi pekerti justru sekarang ini dekat dengan tindak kekerasan
dan asusila. Dunia yang seharusnya mencerminkan sikap-sikap intelektual, budi
pekerti, dan menjunjung tinggi nilai moral, justru telah dicoreng oleh
segelintir oknum pendidik (guru) yang tidak bertanggung jawab. Realitas ini
mengandung pesan bahwa dunia guru harus segera melakukan evaluasi ke dalam.
Sepertinya, sudah waktunya untuk melakukan pelurusan kembali atas pemahaman
dalam memposisikan profesi guru.
Kesalahan
guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru
secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya
sama-sama membawa kepentingan dan saling membutuhkan, yakni guru dan siswa,
menjadi tidak lagi saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat
memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. Dari
sinilah konflik demi konflik muncul sehingga pihak-pihak didalamnya mudah
frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahan dengan cara-cara yang tidak
benar.
Konsep Dasar Sikap Dan Profesional Guru
Konsep Dasar Sikap Dan Profesional Guru
Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir
melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu
objek. Berkowitz, dalam Azwar (2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu
objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau
kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan
dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut
dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu
.Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah
kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu
objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari
perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objekSedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1989:702) dijelaskan bahwa professional adalah bersangkutan dengan
profesi dan memerlukan keahlian khusus untuk menjalankannya. Sehingga dapat
diartikan bahwa profesional seorang guru adalah kemampuan atau keahlian yang
harus dimiliki seorang guru didalam menjalankan profesinya sebagai seorang
pendidik atau guru.
Dalam dunia pendidikan, keberadaan
peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru
merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur
pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya
peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari
berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri
Filsofi
sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran
guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di
posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak
hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu
pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan
tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak
didik dalam proses pendidikan secara global
Dalam
konteks sosial budaya Jawa misalnya, kata guru sering dikonotasikan sebagai
kepanjangan dari kata “digugu dan ditiru” (menjadi panutan utama). Begitu pula
dalam khasanah bahasa Indonesia, dikenal adanya sebuah peribahasa yang berbunyi
“Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Semua perilaku guru akan menjadi
panutan bagi anak didiknya. Sebuah posisi yang mulia dan sekaligus memberi
beban psykologis tersendiri bagi para guru kita. Sehingga guru dituntut untuk
professional di dalam segala aspek kehidupan bermasyarakatnya.
Masalah yang dihadapi guru di Indonesia adalah:
Masalah yang dihadapi guru di Indonesia adalah:
1). masalah kualitas guru, di Indonesia masih sedikit sekali
guru Sekolah Dasar yang berijazah sarjana, sehingga berpengaruh pada kualitas
anak didiknya. Apalagi ditambah dengan tugas tambahan guru yang menumpuk,
menyebabkan dalam proses belajar mengajar tidak maksimal karena stamina guru
yang merosot2). masalah jumlah guru yang masih
kurang. Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila
dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per
kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang
proporsional, sehingga tidak jarang satu ruang kelas sering di isi lebih dari
30 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar
dan mengajar yang di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih
dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang
maksimal,
3). masalah distribusi guru. Masalah distribusi guru yang
kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di
Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masih sering kita dengar adanya
kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun
faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang
dianggap masih jauh yang diharapkan,
4) masalah kesejahteraan guru, Sudah bukan menjadi rahasia
umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatinkan.
Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka
yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini,
telah merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar
dari tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis dilingkungan
sekolah dimana mereka mengajar tenaga pendidik. Peningkatan kesejahteaan guru
yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah
para guru melakukan praktek bisnis di sekolah
.Tuntutan Professional Seorang Guru Seperti
kita ketahui dan rasakan bersama-sama, bahwa kita telah memasuki abad 21 yang
dikenal dengan era global, yang mempunyai pengaruh yang amat luas bagi
kehidupan tak terkecuali sector pendidikan. Dikatakan sebagai era global karena
pengetahuan dan professional akan menjadi landasan utama segala aspek
kehidupan, utamanya dalam bidang pendidikan, karena pendidikan merupakan
landasan pokok setiap aspek kehidupan. Era global merupakan suatu era dengan
tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu
yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja.
Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang
sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam
pendidikan, ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya.
Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang
terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola
hubungan antar mereka
Kemerosotan pendidikan kita sudah
kita rasakan selama bertahun-tahun. Untuk kesekian kalinya kurikulum dituding
sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum
mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi
dengan kurikulum 1994 dan seterusnya yang sampai terakhir kita kenal kurikulum
KTSP. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan
diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan sikap profesional
guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran
guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar
yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu
berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan
yang dilakukan guru. Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai
utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Memang jumlah tenaga pendidik secara
kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan professional seorang guru belum
sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan
menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu
menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas.
Banyak faktor yang menyebabkan
kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru
yang tampil di era global adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu
mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan.
Dalam menghadapi pendidikan di era global para ahli mengatakan bahwa abad 21 ini merupakan era global karena transformasi segala bentuk pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995)
Dalam menghadapi pendidikan di era global para ahli mengatakan bahwa abad 21 ini merupakan era global karena transformasi segala bentuk pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995)
10 kecenderungan besar yang akan
terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu;
1) dari masyarakat industri ke
masyarakat informasi,
2) dari teknologi yang dipaksakan ke
teknologi tinggi,
3) dari ekonomi nasional ke ekonomi
dunia,
4) dari perencanaan jangka pendek ke
perencanaan jangka panjang5) dari sentralisasi ke
desentralisasi,
6) dari bantuan institusional ke
bantuan diri,
7) dari demokrasi perwakilan ke
demokrasi partisipatoris,
8) dari hierarki-hierarki ke
penjaringan,
9) dari utara ke selatan, dan
10) dari atau/atau ke pilihan
majemuk
. Berbagai
implikasi kecenderungan di atas berdampak terhadap dunia pendidikan yang
meliputi aspek kurikulum, manajemen pendidikan, tenaga kependidikan, strategi
dan metode pendidikan. Selanjutnya Naisbitt (1995) mengemukakan ada 8
kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia yaitu;
1) dari negara bangsa ke jaringan,
2) dari tuntutan ekspor ke tuntutan
konsumen,
3) dari pengaruh Barat ke cara Asia,
4) dari kontol pemerintah ke
tuntutan pasar,
5) dari desa ke metropolitan,
6) dari padat karya ke teknologi
canggih,
7) dari dominasi kaum pria ke
munculnya kaum wanita,
8) dari Barat ke TimurKedelapan kecenderungan itu akan
mempengaruhi tata nilai dalam berbagai aspek, pola dan gaya hidup masyarakat
baik di desa maupun di kota. Pada gilirannya semua itu akan mempengaruhi
pola-pola pendidikan yang lebih disukai dengan tuntutan kecenderungan tersebut.
Dalam hubungan dengan ini sikap dan professional seorang guru didalam
pendidikan ditantang untuk mampu dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia
dalam menghadapi tantangan kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai
kepribadian dan budaya bangsanya.
Dengan memperhatikan pendapat
Naisbitt di atas, Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di
abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Pendidikan nasional mempunyai
tiga fungsi dasar yaitu;
a. untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
b.untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil
dan ahli yang diperlukan dalam proses
industrialisasi,
c. membina dan mengembangkan penguasaan
berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi;
2)
Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan
tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai
fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan
nasional;
3)
Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan
mempengaruhi corak pendidikan nasional;
4)
Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak
menuntut akan pentingnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam
keluarga sebagai intinya. Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap dilestarikan
dalam berbagai lingkungan pendidikan;
5)
Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan
pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman;
6)
Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media elektronik, informatika, dan
komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan,
7)
Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam
menunjang upaya pendidikan dalam pendidikan8) Publikasi dan penelitian dalam
bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan suatu kebutuhan nyata
bagi pendidikan di era global.
Pendidikan di era global menuntut
adanya manajemen pendidikan yang modern dan profesional dengan bernuansa
pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya
secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar
mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah,
penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah
pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam
nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos
kerja dan disiplin, sikap profesional, kerjasama dan belajar dengan berbagai
disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin.
Sikap dan professional guru di dalam pendidikan mempunyai peranan yang amat
strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan
kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai kemampuan dan keahlian yang
mantap.
Mengembangkan Sikap Profesional Guru
Mengembangkan Sikap Profesional Guru
Menurut para ahli, profesionalisme
menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta
strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan
manajemen tetapi lebih merupakan sikap, mengembangkan profesionalisme lebih
dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi
memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Syarat-syarat guru Indonesia yang
profesional adalah harus mempunyai;
(1) dasar ilmu yang kuat sebagai
pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan
di abad 21;
(2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan
praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan
konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan
bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis
pendidikan masyarakat Indonesia(3) pengembangan kemampuan
profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang
terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan.
Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program
pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau
manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan
adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk
melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yang merupakan era
global yaitu; 1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
2) penguasaan ilmu yang kuat;
3) keterampilan untuk membangkitkan
peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
4)
pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan
satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain
yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang professionaApabila syarat-syarat
profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah sikap dan peran guru
yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan
dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional
akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi
berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang
invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru
memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator,
komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan
administrator.
Pengembangan professional seorang guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya terutama dalam menghadapi era global seperti sekarang ini. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki era global, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai professional.
Faktor-faktor penyebab rendahnya sikap profesional guru pada kondisi pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau atasan maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diintervensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). maka waktu dan energi guru banyak terbuang, yang seharusnya waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain;
Pengembangan professional seorang guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya terutama dalam menghadapi era global seperti sekarang ini. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki era global, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai professional.
Faktor-faktor penyebab rendahnya sikap profesional guru pada kondisi pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau atasan maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diintervensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). maka waktu dan energi guru banyak terbuang, yang seharusnya waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain;
1) masih banyak guru yang tidak
menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang
bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;
2) belum adanya standar profesional
guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju;
3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi
swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan
outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh
terhadap etika profesi keguruan;
4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri
karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada
dosen di perguruan tinggi.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab
rendahnya profesionalisme guru;
1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara
total,
2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan
etika profesi keguruan,
3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih
setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini
terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan
kependidikan,
4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang
proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru,
5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi
yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama
untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan
profesionalisme para anggotanya. Dengan melihat adanya faktor-faktor yang
menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari
alternatif untuk meningkatkan profesi guru
.Upaya Meningkatkan Profesional Guru
Pemerintah telah berupaya untuk
meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan
persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai
tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II
bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi
guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau
guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan. Selain
hal tersebut diatas, upaya yang juga telah dilakukan pemerintah dalam upaya
untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, loka
karya, dan program sertifikasi guru. Kendatipun dalam pelaksanaannya masih jauh
dari harapan, dan banyak penyimpangan-penyimpangan, namun paling tidak telah
menghasilkan suatu kondisi yang menunjukkan bahwa sebagian guru mempunyai
semangat untuk maju.
Selain sertifikasi upaya lain yang
telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya
PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para
guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka
hadapi dalam kegiatan mengajarnya.
Profesionalisasi
harus dipandang sebagai proses yang terus menerus, agar sikap dan professional
guru benar-benar terbentuk Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan
dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat
kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik
profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara
bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.
Dari
beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling
penting agar sikap dan professional guru dapat meningkat, guru harus mampu
mengembangkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja
dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika
gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari
pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di
negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan
terhadap jasa guru sangat tinggi.
0 komentar:
Posting Komentar