Senin, 20 Februari 2012


SEJARAH SINGKAT MAUDU BARAKKAKA RI GALESONG
           Mengenai kapan tepatnya Pelaksanaan MAUDU BARAKKAKA RI GALESONG (Maulid Berkah Di Galesong). Menurut cerita turun-temurun dalam keluarga Daengta Mangindara bahwa suatu hari bertepatan dengan hari Jumat 21 Rabiul Awal 1062 Hijriyah tahun 1641 Masehi, ada seorang dari arah pantai dan bertanya kepada warga, “Yang mana rumah pemerintah disini? Maka ditunjukkanlah rumah Daengta Mangindara Muhammad Ali Daeng Sitaba, (Keturunan Bangsawan dari Sanrobone), orang ini bermaksud melaksanakan Shalat Jum'at, setelah shalat orang tersebut bercerita singkat bahwa saya hendak menuju ke Topejawa atas perintah Sombaya Ri Gowa (Raja Gowa)Sultan Malikussaid/Muhammad Said ayah kandung Sultan Hasanuddin untuk mengajarkan tauhid dan mengislamkan sekelompok orang yang masih kafir di tanah Topejawa tersebut. Orang tersebut mengaku bernama SAYYED JALALUDDIN AL AIDID DARI ACEH, sebelum pamit orang tersebut meminta kepada Daengta Mangindara agar melaksanakan Maudu karena kedatangannya bertepatan dengan Bulan Rabiul Awal, kemudian Daengta bertanya apa itu MAUDU kemudian dijelaskan bahwa MAUDU itu adalah wujud/bukti kecintaan ummat Islam kepada Rasulullah SAW sebagaimana Allah SWT dan para malaikat juga cinta kepada Rasulullah Muhammad SAW, kemudian orang tersebut pamitan dengan memberi salam kemudian kembali menuju ke pantai diantar oleh Daengta Mangindara kemudian orang tersebut menghamparkan Jubanya/sejadah kemudian jubah/sajadah tersebut jalan di atas air menuju selatan sebagaimana layaknya Perahu yang mengantar orang tersebut, sehingga Daengta Mangindara Mengatakan kepada rakyat Mangindara bahwa yang datang tadi itu adalah AWALLI (seorang Wali) dan MAUDU yang disuruh laksanakan itu adalah BARAKKA (Berkah). maka disebutlah MAUDU BARAKKAKA. Peristiwa MAUDU tersebut disampaikan juga kepada seluruh keluarga di Aena ujung utara Galesong, maka secara resmi dilaksanakan di Mangindara/Galesong yakni pada hari Sabtu 28 Rabiul Awal tahun 1062 Hijriyah atau sekitar tahun 1641 M, 369 tahun yang lalu dan dihadiri oleh Karaeng Bontomarannu, Karaeng Galesong, dan Karaeng Popo. Maudu Barakkaka adalah sebuah Bakul yang terbuat dari daun Lontara berwarna putih dengan ukuran PATANGGANTAN yang diisi dengan KADDO/KANRE BARAKKA, Ayam yang sudah di Goreng satu ekor, telur ayam tujuh biji, dan beberapa makanan lainnya, dan bagian luar bakul diselipkan 30 butir telur yang ditusuk dengan belahan bambu kemudian dibungkus dengan kain putih, kemudian diadakan ritual Atrate Maudu, maudu Barakkaka juga disertai dengan KADDO PATANGRUPA/Nasi empat macam (nasi ketang Putih, nasi Ketang Hitam, Nasih Putih biasa dan nasi berwarna merah) masing-masing satu piring biasa juga disebut KADDO SALAMAT, Pisang tiga sisir, oleh masyarakat umum sekarang ini bebas berkreatifitas untuk meramaikan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW dengan bermacam-macam cara tetapi khusus MAUDU BARAKKAKA tidak demikian akan tetapi memiliki tata cara dan makna yang terkandung dalam MAUDU BARAKKAKA secara sangat singkat sebagai berikut :
1.ANNYONGKO JANGAN (Mengurung Ayam), tujuh hari sebelum ayam untuk MAUDU/maulid di potong/disembelih maka terlebih dahulu ayam tersebut dikurung agar terhindar atau tidak memakan makanan kotor atau bernajis, ayam tersebut hanya diberi makanan berupa jagung atau beras, ayam tersebut harus ayam jantang perkasa yang sudah bisa berkokok, JANGAN BULENG (bulunya berwama putih bersih, kulit kakinya berwama kuning keemasan), ayam yang pertama dipotong dalam sejarah MAUDU/Maulid Barakkaka berasal dari kampung LANNA sekarang Galesong Kota milik I Palembanawa Daeng Tulung ayah kandung Imandura Daeng Tulolo Daengta Bodo-Bodo Lanna/Galesong.
2.A'MATE JANGAN (Penyembelihan Ayam), dilaksanakan satu hari sebelum pelaksanaan MAUDU/Maulid, dalam penyembelihan ini biasanya dipercayakan kepada Tokoh Agama pilihan, yang pada akhirnya ayam tersebut digoreng dengan menggunakan Minyak Kelapa yang ditanak. ATTANAK adalah rangkaian MAUDU untuk membuat minyak dari kelapa untuk menggoreng ayam tersebut.
3.KADDO/KANRE BARAKKA, adalah Nasi yang setengah masak kemudian dikeringkan sehingga agak keras dan tidak mudah basi.
4.BAKU MAUDU, adalah sebuah bakul yang dianyam dari daun Lontara yang berwarna putih dengan ukuran PATANGGANTANG (4 X 4 liter) yang mencerminkan bahwa unsur yang terdapat dalam tubuh manusia terdiri dari 4 unsur yakni : PEPE, ANGIN, JE'NE, BUTTA (Api, Angin, Air dan Tanah) - TUBU, HATI, NYAWA, RAHASIA - SYARI'AH, TARIKAT, HAKIKAT dan MA'RIFAT.
5.AMMONE BAKU, dilaksanakan oleh orang pilihan pada pagi hari pelaksanaan MAUDU BARAKKAKA yakni mengisi bakul dengan Kaddo Barakka, ayam dan telur serta beberapa jenis barang lainnya.
6.ATRATE, adalah acara ritual yang dilaksanakan sekelompok orang (7 orang) pada hari pelaksanaan Maudu Barakkaka.
7.ATREBBO BAYAO, kegiatan yang dilaksanakan oleh keluarga atau masyarakat umum untuk mendapatkan telur yang berjumlah 30 biji di bagian luar bakul karena diyakini bisa membawa berkah, telur 30 biji disesuaikan dengan jumlah Juz dalam Al-Qur’an. Inilah awal mula sehingga setiap akan berakhir ritual Atrate ditandai dengan Atrebbo Bayao/berebut telur baik dalam pelaksanaan Maudu Barakka maupun maulid lainnya dimana saja.

           MAUDU BARAKKAKA secara turun temurun dan berturut-turut dilaksanakan oleh Muhammad Ali Daeng Sitaba kemudian dilanjutkan oleh Cucunya I Mabbau Daeng Ngeppe (Putra dari I Mandura Daeng Tulolo/Daengta Bodo-bodo di Lanna/Galesong) wafat di Salaparang Sumbawa kemudian dilanjutkan oleh putranya I Mangrokkoki Daeng Tutu kemudian dilanjutkan oleh putranya Sindawa Daeng Tarang (Gugur dalam perjuangan Kemerdekaan RI bersama kerabat dan pengawalnya pada tanggal 3 Maret 1946 oleh kekejaman Tentara Belanda Pimpinan Raymond Wasterling) sejak itu MAUDU BARAKKAKA dilaksanakan sangat sederhana oleh keluarga yang ditinggalkan yakni I Mangrokkoki/Muhammad Adam Daeng Tutu kemudian kepada adiknya Tarigu Daeng Tarring. Tradisi Bakul tetap ada tetapi hanya dihadiri keluarga dekat saja dengan istilah ATTOANA/APPIDALLEKI nanti pada tahun 2001 tradisi MAUDU BARAKKA kembali dihidupkan dan memeriahkan oleh putranya yakni Sindawa Daeng Tarang, SH, MM (Kepala Desa Mangindara) sekarang ini. Mangindara adalah sebuah wilayah yang sebenarnya tinggal nama saja, karena sejak 50/60 tahun yang lalu sudah menjadi laut tetapi untuk mengenang sejarah terutama keberadaan Galesong maka diabadikan namanya menjadi sebuah desa (Desa Mangindara).


           MAUDU BARAKKA sudah menjadi adat istiadat dan tradisi budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, yang pelaksanaannya sudah teragenda tetap yang setiap hari Sabtu terakhir bulan Rabiul Awal setiap tahun (menyesuaikan awal mula pelaksanaan Maudu tersebut) dikediaman keturunan Daengta Mangindara yang disepakati, MAUDU ini selalu mendapat perhatian dari Pemerintah.
a.Pada tahun 2005 dihadiri Wakil Ketua MPR RI (Bapak H. M. Aksa Mahmud) bersama Pemerintah Kabupaten Takalar.
b.Pada tahun 2006 dihadiri Bapak Gubernur Sulawesi Selatan (H. M. Amin Syam), wakil Bupati Takalar, Ibu Bupati Takalar dan para MUSPIDA.
c.Pada tahun 2007 dihadiri Kepala BALITBANG Dep. Pendidikan Nasional, (Prof. DR. H. Mansyur Ramli) Asisten II Propinsi Sulawesi Selatan (Prof. H. B. Amiruddin Maula, M.Si) An. Gubernur , PEMDA Takalar dan para MUSPIDA.
d.Pada tahun 2008 dan 2009 dihadiri oleh Bapak Bupati Takalar bersama unsur Muspida.


           Demikianlah riwayat yang sangat singkat ini, yang sebenarnya masih sangat banyak uraian dan makna yang terkandung di dalam MAUDU BARAKKAKA tapi tidak sempat diuraikan lebih jauh, terima kasih.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Premium Wordpress Themes